UPDATEBALI.com, BULELENG – Penjabat (PJ) Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana, mengajak seluruh perbekel di Kabupaten Buleleng untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan desa.
Ajakan ini disampaikannya dalam Workshop Evaluasi Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Desa, yang berlangsung di Gedung Kesenian Gde Manik Singaraja, pada Rabu, 30 Oktober 2024. Dalam kesempatan itu, Lihadnyana juga bertindak sebagai narasumber utama.
Menurutnya, sejak diterbitkannya UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, desa kini memiliki status sebagai entitas pemerintahan yang otonom dan berhak mengelola sumber dayanya sendiri, termasuk anggaran yang bersumber dari negara.
Anggaran ini dikelola dalam APBD Desa, yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan urusan pembangunan, pemberdayaan, hingga pembinaan masyarakat desa.
“Pengelolaan anggaran harus melalui perencanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan desa masing-masing, serta memperhatikan program prioritas nasional, seperti penanganan stunting dan ketahanan pangan,” ungkap Lihadnyana.
Lihadnyana juga menekankan pentingnya perencanaan partisipatif antara desa, kecamatan, kabupaten, hingga tingkat pusat untuk mempercepat pembangunan nasional, terutama pada program-program prioritas.
“Kata kunci dari perencanaan partisipatif adalah kesejalanannya di seluruh tingkat pemerintahan. Ini adalah strategi untuk mendorong percepatan pembangunan,” tambahnya.
Di dalam workshop tersebut, ia juga mengingatkan para perbekel untuk tidak menggunakan APBD Desa di luar kewenangan dan urusan yang ditetapkan. Lihadnyana mencontohkan penggunaan anggaran desa yang perlu diprioritaskan untuk ketahanan pangan dan perlindungan sosial, dengan tetap berkoordinasi dengan kabupaten apabila anggaran desa tidak mencukupi.
Ia menyoroti kelemahan yang masih terjadi, yaitu ketidakakuratan data yang menyebabkan pemborosan anggaran. Contohnya, pengeluaran APBD Kabupaten Buleleng yang digunakan untuk membayar iuran BPJS PBI.
“Saat saya masuk pada 2022, kita bayar BPJS hampir Rp128 miliar. Setelah kita perbaiki datanya, kini hanya Rp56 miliar,” jelasnya.
Dalam pengelolaan anggaran desa, lanjut Lihadnyana, harus ada keseimbangan antara pembangunan fisik dan kesejahteraan masyarakat.
“Membangun fisik itu penting, tetapi lebih bijaksana jika desa juga mengalokasikan anggaran untuk perlindungan sosial dan penanganan masyarakat miskin,” ujarnya.
Lihadnyana juga berpesan kepada para perbekel agar mengikuti kegiatan dengan serius, untuk memperkuat kapasitas diri dalam menjalankan pemerintahan desa yang efektif sesuai amanat undang-undang. “Desa memiliki peran penting dalam mewujudkan amanat nasional, yaitu membangun negara dari pinggiran,” pungkasnya. (adv/ub)