UPDATEBALI.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan pernyataan mengenai kondisi perbankan Indonesia, menyatakan bahwa sektor tersebut menunjukkan soliditas yang cukup kuat dalam menghadapi berbagai tekanan global.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, setelah menghadiri pertemuan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) pada 28 – 29 Februari 2024 di Madrid, Spanyol.
Pertemuan BCBS membahas perkembangan terkini kondisi perbankan global, termasuk tekanan yang dialami oleh beberapa yurisdiksi akibat pelemahan pasar properti komersial. Menurut BCBS, terdapat dua risiko utama yang perlu diwaspadai dalam menguji ketahanan perbankan global, yaitu pelemahan pasar properti komersial dan keterkaitan bank dengan lembaga jasa keuangan non-bank.
Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa berbagai indikator menunjukkan kondisi yang baik bagi sektor perbankan Indonesia. Pada Januari 2024, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) mencapai 27,54 persen dengan rasio modal inti (Tier 1 capital) terhadap CAR sebesar 94,41 persen. Perbandingan dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa menunjukkan perbedaan yang signifikan, dengan rasio modal inti perbankan Amerika Serikat hanya sebesar 14,41 persen dan Uni Eropa sebesar 17,03 persen.
“Selain itu, likuiditas perbankan Indonesia juga terjaga dengan baik, ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14 persen, yang jauh lebih tinggi daripada rasio LCR di Uni Eropa dan yurisdiksi lainnya,” ucap Dian Ediana Rae.
Meskipun terdapat risiko global yang dibahas di pertemuan BCBS, Dian Ediana Rae menyatakan bahwa perbankan Indonesia masih terjaga dari risiko-risiko tersebut. Sektor ekonomi yang menjadi penyumbang kredit terbesar adalah sektor rumah tangga, perdagangan besar, dan industri pengolahan, sementara sektor Real Estate hanya menyumbang 5,09 persen total kredit sektor perbankan.
Dian Ediana Rae menambahkan, OJK telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa regulasi di sektor perbankan Indonesia sejalan dengan inisiatif global, termasuk adopsi penuh terhadap kerangka kerja Basel III reforms pada Januari 2024, lebih cepat dibandingkan dengan yurisdiksi lain seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat yang baru akan mengimplementasinya pada Juli 2025.
Selain itu, OJK juga telah menerbitkan kertas konsultatif terkait manajemen risiko keuangan terkait iklim, taksonomi untuk keuangan berkelanjutan, dan panduan pengelolaan risiko iklim sebagai dukungan kebijakan untuk pengelolaan risiko perubahan iklim di sektor perbankan.
“OJK akan terus mengantisipasi dinamika kebijakan ekonomi dan perbankan global. Koordinasi antar-otoritas, terutama dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), akan ditingkatkan untuk memastikan stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga. Dengan prinsip kehati-hatian dan praktik perbankan yang sehat, perbankan Indonesia diharapkan akan tetap tangguh dan terus berkembang dengan baik,” tuturnya.
Hasil BCBS
BCBS dalam pertemuan kemarin juga memutuskan beberapa hal seperti menyetujui pengkinian dokumen Basel Core Principles (BCP) for Effective Banking Supervision, menekankan komitmen seluruh yurisdiksi untuk mengimplementasikan kerangka Basel III reforms secara konsisten, menerbitkan dokumen yang melaporkan praktik window-dressing oleh bank-bank yang ditetapkan sebagai Globally Systemically Important Banks (G-SIBs) pada bulan ini, dan menerbitkan dokumen terkait penggunaan scenario analysis dalam melakukan asesmen terhadap climate-related financial risks dalam beberapa bulan ke depan.
BCBS menilai pelemahan pasar properti komersial khususnya di Amerika Serikat dan Kanada dipicu oleh tren bekerja secara hybrid yang berlanjut pasca-pandemi yang mengakibatkan tingkat kekosongan (vacancy rate) perkantoran yang tinggi. Kondisi demikian berpotensi meningkatkan risiko kredit perbankan.
Sementara itu, di Eropa khususnya di Inggris, biaya dana (cost of fund) yang meningkat akibat adanya peningkatan suku bunga acuan diprediksi akan menghambat pertumbuhan perusahaan private equity dan private credit. Perbankan global yang mempunyai eksposur terhadap kedua lembaga keuangan non-bank tersebut diminta untuk meningkatkan kehati-hatiannya agar dampaknya tidak memberi efek rembetan kepada sektor perbankan.
Pada pertemuan di Madrid, BCBS telah mengambil langkah dalam merespons dinamika dan perkembangan di sektor perbankan dengan menyetujui penginian BCP yang sudah berlaku sejak tahun 2012.
Rumusan BCP yang dikinikan akan memasukkan beberapa aspek risiko yang belum ada pada BCP versi sebelumnya, yaitu risiko iklim dan risiko digital sebagai risiko-risiko baru (new and emerging risks), serta konsep business model sustainability dan kerangka operational resilience. Versi lengkap dokumen tersebut akan diterbitkan setelah pertemuan International Conference of Banking Supervisors yang akan dilaksanakan pada 24-25 April 2024 di Basel, Swiss.
BCBS juga menekankan kembali pentingnya semua yurisdiksi mengimplementasikan secara konsisten kerangka Basel III reforms yang sudah disepakati di tahun 2017.
Untuk menilai konsistensi penerapan kerangka Basel III reforms dimaksud, BCBS menyepakati rencana kerja untuk melanjutkan pelaksanaan Regulatory Consistency Assessment Programme (RCAP) di setiap yurisdiksi anggota BCBS. Selain itu, BCBS mendorong publik untuk memberikan masukan terhadap dokumen yang akan diterbitkan dalam waktu dekat ini terkait scenario analysis untuk climate-related financial risks dan praktik window dressing oleh G-SIB.(yud/ub)