UPDATEBALI.com, DENPASAR – Kegagalan pelaksanaan Dialog Kebangsaan yang direncanakan oleh Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) dan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menjadi antiklimaks bagi masyarakat Bali yang menantikan diskusi terbuka antara dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Bali.
Dialog yang seharusnya menjadi forum penting untuk memaparkan visi dan program pembangunan Bali justru batal setelah pasangan Made Muliawan Arya (Mulia) dan Agus Sudnyana (Pas) tidak hadir. Ketidakhadiran ini menuai kritik publik, terutama karena pasangan Wayan Koster dan Giri Prasta (Koster-Giri) sudah meluangkan waktu untuk menghadiri undangan tersebut meski berada di tengah jadwal kampanye yang padat.
Pasangan Koster-Giri tetap menunjukkan rasa hormat terhadap undangan mahasiswa dan akademisi dengan hadir dan mempersiapkan materi dialog. Hal ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, mengingat forum tersebut dirancang untuk membahas isu kebangsaan dan pembangunan Bali secara mendalam.
Sementara itu, absennya pasangan Mulia-Pas memunculkan kesan negatif di kalangan publik. Banyak pihak menilai ketidakhadiran tersebut mencerminkan kurangnya kesiapan atau keberanian pasangan tersebut untuk menghadapi forum kritis yang menuntut transparansi dan dialog langsung.
“Ketika Koster-Giri hadir dengan komitmen penuh meski jadwal padat, absennya Mulia-Pas justru mencederai harapan publik untuk melihat diskusi terbuka yang seimbang,” ujar salah satu pengamat politik Bali.
Kegagalan acara ini tidak hanya mengecewakan penyelenggara, tetapi juga merugikan masyarakat Bali yang ingin mendengar langsung pemaparan dari kedua pasangan calon. Forum seperti ini diharapkan menjadi momen penting bagi para kandidat untuk menyampaikan visi mereka secara konkret sekaligus menjawab pertanyaan publik.
Koster-Giri, yang telah mempersiapkan diri dengan matang, kehilangan kesempatan untuk memaparkan pandangan mereka kepada audiens, sementara Mulia-Pas semakin dipandang sebagai pihak yang menghindar dari dialog terbuka.
Dalam momen politik yang krusial ini, publik Bali kini mempertanyakan siapa sebenarnya yang siap memimpin dengan program konkret dan keberanian berdialog. Pemimpin sejati, menurut masyarakat, adalah mereka yang tidak hanya memiliki visi tetapi juga keberanian untuk menjelaskan visi tersebut secara terbuka.
Pembatalan Dialog Kebangsaan ini meninggalkan kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat Bali. Harapan kini tertuju pada forum-forum berikutnya, di mana kedua pasangan calon diharapkan benar-benar hadir dan menjawab aspirasi rakyat Bali tanpa alasan menghindar.(ub)