UPDATEBALI.com, BADUNG — Ekonomi tingkat akar rumput diyakini sebagai salah satu motor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Asia, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Namun, pelaku UMKM masih menghadapi berbagai kendala seperti keterbatasan akses pembiayaan, rantai pasok yang belum optimal, serta minimnya literasi keuangan, terutama di wilayah pedesaan.
Permasalahan ini menjadi sorotan dalam gelaran Asia Grassroots Forum 2025 yang diselenggarakan oleh Amartha pada Kamis, 22 Mei 2025 di Grand Hyatt Nusa Dua, Badung.
UMKM di Asia Tenggara mendominasi dunia usaha dengan komposisi 97 persen dari sektor swasta, menyerap 85 persen tenaga kerja, serta menyumbang sekitar 45 persen dari total PDB kawasan. Tak hanya itu, kontribusi terhadap ekspor regional juga mencapai 10–30 persen. Menanggapi potensi tersebut, 49 persen investor berdampak secara global mengaku akan meningkatkan portofolio investasinya di kawasan ini pada 2025.
CEO Standard Chartered Indonesia, Donny Donosepoetro OBE, mengatakan bahwa pemberdayaan sektor mikro melalui kerja sama lintas sektor merupakan strategi penting.
“Menyalurkan pembiayaan ke sektor ultra-mikro memang bukan hal mudah, tetapi kemitraan kami dengan Amartha dan MBK Ventura menunjukkan bahwa bank internasional tetap bisa menjangkau segmen ini secara langsung melalui inovasi dan kolaborasi,” jelasnya
Diselenggarakan selama tiga hari (21–23 Mei 2025) di kawasan Nusa Dua, Bali, forum ini menghadirkan lebih dari 700 peserta dari 15 negara, mulai dari kalangan investor global, regulator, akademisi, hingga pelaku usaha mikro. Forum ini menjadi platform diskusi dan kolaborasi untuk memperkuat ekonomi masyarakat akar rumput melalui investasi berkelanjutan.

Pendiri dan CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, menekankan bahwa forum ini memperkuat kepercayaan investor global terhadap potensi ekonomi mikro.
“Dengan dukungan teknologi keuangan yang tepat dan ekosistem yang sehat, pelaku usaha ultra-mikro terbukti tangguh dan mampu berkembang. Kami berhasil menggandeng puluhan mitra global, termasuk Accion, Women’s World Banking, dan Maj Invest, untuk memperluas akses pembiayaan bagi UMKM,” ujarnya.
Rudiantara, Komisaris Utama Amartha, menambahkan bahwa stabilitas sektor mikro di tengah ketidakpastian global menjadi daya tarik tersendiri bagi investor.
“Meski pelaku di segmen ini sering kali belum memiliki rekam jejak kredit, tata kelola perusahaan berbasis GCG dan model pembiayaan yang bertanggung jawab menjadi kunci untuk memperoleh kepercayaan dari lembaga keuangan global,” ungkapnya.
Sementara itu, Sandiaga Uno yang menjabat sebagai Committee Leadership dalam forum ini menegaskan pentingnya menumbuhkan masyarakat wirausaha untuk mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
“Masyarakat yang terdorong untuk berwirausaha akan lebih tahan terhadap krisis dan mampu menciptakan peluang kerja yang luas,” ujarnya.
Forum tahun ini mengangkat tema “Scaling Impact, Pioneering an Entrepreneurial Society” dengan empat fokus utama yakni regulasi pendukung, inovasi pembiayaan inklusif, pemanfaatan teknologi dan AI, serta potensi investasi pada sektor ekonomi mikro. Selain sesi diskusi, peserta forum juga diajak berkunjung ke desa untuk berinteraksi langsung dengan mitra pelaku usaha mikro perempuan binaan Amartha.
“Forum ini bukan sekadar acara tiga hari, tapi awal dari gelombang investasi, kebijakan, dan terobosan teknologi yang akan terus berlanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi akar rumput,” pungkas Taufan.(den/ub)