UPDATEBALI.com, BULELENG – Keluhan masyarakat menjadi salah satu pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buleleng terhadap Rancangan Peraturan Daerah (ranperda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah terutama terkait penetapan Nilai Jual objek Pajak (NJOP) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Hal tersebut disampaikan dalan rapat dengar pendapat yang dilaksanakan di di Ruang Gabungan Komisi Gedung DPRD Kabupaten Buleleng, pada Senin 4 September 2023, sekitar pukul 10.30 Wita. Rapat ini ditujukan agar bisa mendapatakan masukan dari pihak terkait, terhadap pembahasan awal Ranperda Pajak dan Retribusi Daerah.
Ditemui usai rapat, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Buleleng, I Nyoman Gede Wandira, ST mengatakan, rata – rata dari saran yang masuk sesuai dengan keluhan masyarakat yakni besaran NJOP yang diberlakukan selama ini bisa diturunkan.
“Kami menekankan, pada BPKPD sebagai landing sektor yang menangani pajak ini agar yang menjadi masukan dari masyarakat tolong didengar dan dicatat serta dijadikan kajian untuk penyusunan ranperda,” Ucap Wandira.
Lebih lanjut, Wandira menyebut besaran NJOP wajib disesuaikan, kemudian terkait dengan besarnya biaya pajak turun tanah waris diharapkan bisa di nol kan atau di gratiskan. Selain itu dalam pendistribusian surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) harus dirinci kembali.
Kemudian, terkait dengan perubahan nama dalam SPPT dari pemilik asal ke pemilik baru memang masih perlu disederhanakan dan dipercepat lagi, karena hal tersebut yang menghambat masyarakat maupun petugas dari desa/kelurahan susah untuk mencari pemilik sertifikat yang baru.
“Kalau memungkinkan satu hari selesai sertifikat itu jadi SPPT sudah selesai pada hari itu. Jadi gampang pendataannya,” Imbuhnya.
Disisi lain, Ketua Forkom Perbekel-Lurah Kabupaten Buleleng Ketut Suka, S.Sos menyampaikan, terkait NJOP yang selama ini menjadi keluhan masyarakat, karena adanya beberapa perubahan terkait jumlah besaran pengenaan, namun asas keadilannya yang tidak ada. Sehingga dalam penetapan itu terkesan asal-asalan dan mereka tidak melihat potensi seperti apa dan mana daerah yang berpotensi.
“Ketika berbicara pariwisata yang pariwisata dihantam terus, jadi pengenaannya terkesan sama tanpa disadari jika tidak ada jalan, tanah kering, dan penghasilan. Nah ini yang selama ini menjadi keluhan. Banyak loh yang tidak mengambil spt-nya karena alasannya tidak mau membayar,” Jelas Ketut Suka.
Pihaknya juga berharap, hal-hal tersebut tidak terjadi dan pemerintah mampu menyerap aspirasi masyarakat sehingga mereka bisa patuh terhadap kewajiban dan tidak menolak NJOP yang ditetapkan, namun dengan tetap mempertimbangkan besarannya agar tidak terlalu memberatkan masyarakat.
Sekedar diketahui, dalam rapat tersebut dihadiri Wakil Ketua DPRD Kabupaten Buleleng Gede Suradnya, SH Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Buleleng, Tim Ahli DPRD Kabupaten Buleleng, Perwakilan Dinas BPKPD Kabupaten Buleleng, Ketua Asosiasi Notaris dan PPAT Kabupaten Buleleng, Perwakilan Kepala Desa se-Kabupaten Buleleng. (dna/ub)