UPDATEBALI.com, DENPASAR – Sanggar Seni Majalanggu, yang berlokasi di Banjar Padang Kerobokan, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, menjadi duta Kabupaten Badung dalam Pergelaran Revitalisasi Kesenian Klasik di Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-46.
Acara yang berlangsung pada Sabtu, 6 Juli 2024, di Kalangan Angsoka Art Center Denpasar ini menampilkan pertunjukan “Arja Cupak”, yang mengangkat tema “Jana Kerthi Paramaguna Wikrama” untuk memperkuat pesan moral tentang harkat martabat manusia unggul.
Ketua Sanggar Seni Majalanggu, I Made Agus Adi Santika Yasa, menjelaskan bahwa “Arja Cupak” dipilih sebagai bagian dari upaya pelestarian dan revitalisasi kesenian klasik. Pementasan ini mengisahkan perjalanan Cupak dalam mengatasi kesombongan pribadi untuk mencapai kesadaran diri yang lebih baik.
“Persiapannya dilakukan selama kurang lebih 3 bulan dengan melibatkan 27 penabuh dan 10 pemain. Kami berterima kasih kepada pemerintah karena memberikan dukungan yang besar bagi kami para seniman untuk terus berkarya di Taman Budaya,” ucap pria yang akrab dipanggil Agus Cupak karena kerap memerankan Cupak.
Ia juga mengungkapkan harapannya agar fasilitas yang tersedia, seperti tempat rias di Taman Budaya, dapat diperbaiki agar lebih representatif dan nyaman bagi seniman. Selain itu, Agus berharap agar PKB selalu menampilkan kesenian klasik tradisional Bali untuk memastikan keberlanjutan dan pemahaman masyarakat terhadap warisan budaya tersebut di era globalisasi ini.
“Kami apresiasi sekali. Semoga kedepannya sinergi antara seniman dan pemerintah tetap bisa terjaga,” ucapnya.

Sore itu (Sabtu 6 Juli 2024) Sanggar Seni Majalanggu mempersembahkan “Arja Cupak” yang diiringi Tabuh Solo. Tabuh ini berpijak dari sebuah hasrat dengan tekad yang imajinatif, Maestro I Wayan Lotring melahirkan berbagai karya yang monumental, salah satu karya seni karawitan yang diciptakan oleh sang maestro merupakan bentuk sajian komposisi musik baru yaitu Tabuh Solo. Mencoba menawarkan formulasi sajian musik baru, diluar norma dari Gamelan Palegongan yang berlaku pada zamanya, karya ini terinspirasi ketika pada tahun 1926 sekaa palegongan Kuta diundang ke Keraton Solo untuk mementaskan sebuah pertunjukan.
Sepulangnya dari Solo, I Wayan Lotring tertarik pada gaya menabuh orang Jawa di Keraton. Hal tersebut menjadi landasan utama terciptanya karya seni karawitan Tabuh Solo ini. Ornamenasi yang terbalut padu padan pola ritme, dengan kelincahan melodi, dan bentuk permainan Keklenyongan Gamelan Jawa yang dimasukkan ke dalam Gamelan Palegongan menjadikan ciri khas karakter karya I Wayan Lotring yang berjudul Solo.
“Karya ini kami revitalisasi kembali sebagai bentuk pelestarian kesenian klasik, dari pengabdiannya melalui berkesenian patut kita teladani, kejeniusannya patut kita segani, agar terciptanya generasi yang unggul dalam harkat martabat dan berbudaya,” pungkas Agus Cupak.(adv/ub)