Senin, Maret 31, 2025
BerandaBaliRefleksi Tri Murti di Nyepi 2025, Menemukan Keseimbangan dan Kesempurnaan Hidup

Refleksi Tri Murti di Nyepi 2025, Menemukan Keseimbangan dan Kesempurnaan Hidup

UPDATEBALI.comBULELENG – Perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947 yang jatuh pada 29 Maret 2025 bertepatan dengan Saniscara Kliwon Wuku Wariga. Tahun ini, Nyepi memiliki makna yang lebih mendalam karena beriringan dengan Tumpek Wariga, sebuah hari suci dalam agama Hindu yang dipersembahkan untuk memuliakan tumbuh-tumbuhan.

Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buleleng, I Kadek Satria, menjelaskan bahwa pertemuan dua hari suci ini bukan kebetulan, melainkan bagian dari hukum alam (rta) yang telah digariskan.

“Hari suci yang bersamaan ini bisa kita jadikan landasan pemikiran bahwa Tumpek Wariga adalah pemujaan untuk kebaikan tumbuhan sebagai bagian dari persiapan menuju Galungan. Sementara itu, Nyepi merupakan refleksi terhadap tiga kekuatan alam dalam menciptakan, memelihara, dan melebur. Konteks Tri Murti ini adalah refleksi, reinkarnasi, dan penguatan kesadaran kesemestaan hidup,” ujarnya pada Kamis, 27 Maret 2025.

Baca Juga:  Wali Kota Denpasar Jaya Negara Hadiri Pemelaspasan Bale Kulkul Banjar Pagan Tengah

Menurutnya, Nyepi bukan sekadar perayaan Tahun Baru Saka, tetapi juga sebagai momentum besar untuk mensyukuri kehidupan dengan cara sunya (hening). Dengan melakukan refleksi terhadap pikiran, perkataan, dan perbuatan, seseorang dapat mencapai keseimbangan dan keharmonisan hidup, yang pada akhirnya membawa kesejahteraan.

“Ujung dari kemenangan itu adalah keseimbangan dan keharmonisan. Dengan harmonislah kemenangan diperoleh dan kesejahteraan akan terwujud. Kemenangan ini juga merupakan langkah menuju kesempurnaan rohani dan moksa,” jelasnya.

Baca Juga:  Lesehan Bersama Warga Klungkung, Koster-Giri Serap Aspirasi dengan Gaya Merakyat

Dalam ajaran Hindu, Nyepi mengajarkan untuk menahan diri dari segala aktivitas duniawi, seperti amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang). Pada momen ini, umat Hindu dianjurkan untuk melakukan semadhi, membaca pustaka suci, serta mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Kadek Satria juga menekankan bahwa dalam siklus perhitungan tahun wuku yang berlangsung selama 210 hari dan perhitungan sasih yang berulang setiap tahun (365-366 hari), pertemuan hari suci seperti ini termasuk langka. Namun, peristiwa ini memberikan pesan mendalam bagi umat Hindu untuk lebih memahami dan mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga:  Pemerintah Kota Denpasar Terus Dorong Digitalisasi Teknologi pada DTIK Festival 2024

“Dalam kehidupan, tidak ada istilah kebetulan. Segala sesuatu dipertemukan oleh waktu untuk memberikan pesan yang luas, agar kita lebih meyakini dan menjalankan ajaran agama dengan baik. Ritual yang kita lakukan harus dilandasi dengan ketulusan dan keikhlasan, serta diwujudkan dalam aksi nyata seperti merawat, memelihara, dan mengembangkan kehidupan dengan lebih baik,” pungkasnya.(adv/ub)

BERITA TERKAIT

Most Popular

Recent Comments