UPDATEBALI.com, BULELENG – Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra mendorong pengembangan komoditas jagung arumba di Kabupaten Buleleng, termasuk memberikan edukasi kepada para petani dalam pembudidayaannya.
Hal ini disampaikannya usai melaksanakan panen jagung bersama dengan Wakil Bupati Gede Supriatna, perwakilan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dan undangan lainnya di Hutan Kota Singaraja, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng, pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Bupati Sutjidra menjelaskan bahwa jagung arumba merupakan salah satu varietas unggul dengan umur panen 60 hari. Selain memiliki nilai ekonomi tinggi, jagung ini juga cocok dikembangkan di lahan kritis yang minim air. Pada panen bersama ini, jagung arumba telah ditanam sejak 15 Januari 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Desa, dan dipanen pada 15 Maret 2025.
“Jagung ini sangat cocok untuk dipraktikkan oleh petani, terutama di lahan yang kekurangan air. Dengan umur panen yang singkat, ini bisa menjadi solusi bagi petani dalam meningkatkan produktivitas dan ketahanan pangan,” ujar Sutjidra.
Hutan Kota Singaraja yang digunakan sebagai lahan pertanian terintegrasi juga akan dimanfaatkan sebagai pusat edukasi bagi para petani dan subak yang menghadapi kendala air. Para petani akan diarahkan untuk membudidayakan jagung arumba sebagai bagian dari gerakan ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah pusat dan program kemandirian pangan di Kabupaten Buleleng.
Saat ini, sekitar 4.000 hektar lahan tidur telah dimanfaatkan untuk pertanian terintegrasi, dan ke depan, puluhan ribu hektar lahan tidur lainnya di wilayah barat dan timur Buleleng akan diberdayakan.
“Mudah-mudahan dengan percontohan ini, petani kembali bergairah menanam jagung arumba. Rasanya gurih, nilai jualnya tinggi, dan ini merupakan bagian dari program 100 hari kami dalam bidang pangan untuk mewujudkan kemandirian pangan dengan memanfaatkan lahan kritis di Buleleng,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Buleleng Gede Melandrat menyebutkan bahwa jagung arumba juga dikenal sebagai jagung ketan karena memiliki rasa mirip ketan. Saat ini, varietas ini tengah dikembangkan di Kecamatan Gerokgak, yang merupakan salah satu produsen utama jagung ketan di Buleleng. Setiap kali ada penyeberangan dari Pelabuhan Sangsit ke Madura, sekitar dua hingga tiga truk jagung ketan dikirim dari Buleleng.
“Tekstur jagung arumba lebih halus dibandingkan jagung lokal. Tidak terlalu lengket, tetapi tetap mempertahankan cita rasa khasnya. Kami akan terus memperbaiki galur-galur murninya agar dapat dikembangkan di daerah lain,” ungkap Melandrat.
Ia juga menambahkan bahwa salah satu keunggulan jagung arumba adalah siklus panennya yang hanya membutuhkan 60 hari, sehingga dalam setahun dapat dilakukan hingga lima kali panen. Hal ini berbeda dengan jagung lokal yang membutuhkan waktu enam bulan untuk dipanen. Selain itu, harga jual jagung arumba juga lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya, yakni Rp 5 ribu per tiga biji.
“Namun, keberhasilan panen sangat bergantung pada pemenuhan standar teknis dalam pembudidayaan. Jika ditanam di tempat yang tidak sesuai dan tidak memperhatikan syarat tumbuhnya, hasilnya bisa kurang optimal. Oleh karena itu, kami akan terus memberikan edukasi kepada petani agar mereka bisa menghasilkan panen berkualitas,” tutupnya.(adv/ub)