UPDATEBALI.com, DENPASAR – Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus mengapresiasi langkah tegas Bareskrim Polri dalam mengungkap sindikat pengoplosan gas LPG bersubsidi 3 kilogram (kg) yang diubah menjadi LPG nonsubsidi ukuran 12 kg dan 50 kg.
Kasus ini terungkap di dua lokasi berbeda, yakni di Banjar Griya Kutri, Desa Singapadu Tengah, Sukawati, Gianyar, serta di Jalan Ulam Kencana Nomor 16, Pesanggaran, Denpasar Selatan.
Dalam operasi yang dilakukan pada Selasa, 11 Maret 2025, Bareskrim Polri berhasil menangkap empat tersangka utama yang diduga terlibat dalam jaringan ilegal tersebut. Selain itu, 12 orang saksi turut diamankan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Dari lokasi di Gianyar, delapan saksi berinisial GB, BK, MS, KS, AB, KAW, GD, dan GS diperiksa, sedangkan di Pesanggaran Denpasar Selatan, empat saksi berinisial IMSA, IMP, SDS, dan AAGA turut diamankan.
Berdasarkan hasil penyelidikan, modus operandi sindikat ini adalah membeli gas LPG bersubsidi 3 kg dari pengecer dengan harga Rp 21 ribu per tabung, kemudian mentransfer isinya ke tabung LPG nonsubsidi ukuran 12 kg dan 50 kg. Hasil gas yang telah dioplos kemudian dijual kepada warung-warung serta pengusaha laundry dengan harga Rp 170 ribu untuk tabung 12 kg dan Rp 670 ribu untuk tabung 50 kg. Keuntungan dari operasi ilegal ini mencapai Rp 25 juta per hari atau sekitar Rp 650 juta per bulan.
Dari delapan saksi yang diamankan di Gianyar, empat orang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu GB, BK, MS, dan KS. GB diketahui berperan sebagai pemodal yang membiayai operasional sindikat, termasuk menyewa tempat usaha ilegal seharga Rp 8 juta per bulan, membayar gaji karyawan, serta mengawasi proses pengoplosan dan distribusi gas hasil oplosan ke pasar.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi berhasil menyita ribuan tabung gas LPG bersubsidi 3 kg serta ratusan tabung gas ukuran 12 kg dan 50 kg. Usaha ilegal ini diketahui telah beroperasi selama empat bulan di wilayah Gianyar. Para tersangka dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ancaman hukuman bagi para pelaku adalah pidana penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.
Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Aji Anom Purwasakti, menegaskan bahwa tabung LPG bersubsidi yang menjadi barang bukti dalam kasus ini tidak berasal dari agen atau pangkalan resmi Pertamina.
“Untuk LPG tabung gas 3 kg bersubsidi didapat dari warung atau pengecer, bukan dari agen atau pangkalan resmi Pertamina. Oleh karena itu, tidak ada keterlibatan agen atau pangkalan resmi dalam kasus ini,” jelas Aji Anom.
Sebagai langkah antisipasi, Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus memperketat pemantauan distribusi LPG subsidi selama bulan Ramadan dan Idul Fitri. Bersama dengan Polda Bali dan Pemerintah Provinsi Bali, Pertamina melakukan inspeksi rutin terhadap lembaga penyalur resmi guna memastikan penyaluran energi tetap berjalan dengan lancar dan tepat sasaran.
Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menegaskan komitmennya dalam memberantas segala bentuk penyalahgunaan barang bersubsidi yang merugikan negara dan masyarakat. Mereka mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mengawasi distribusi LPG subsidi dan segera melaporkan jika menemukan indikasi pelanggaran.
“Penegakan hukum ini memerlukan sinergi antara pemerintah, kepolisian, serta partisipasi aktif masyarakat untuk mencegah praktik penyalahgunaan yang dapat mengganggu kelangsungan subsidi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat yang berhak,” tutup perwakilan Bareskrim Polri dalam siaran persnya pada Selasa, 11 Maret 2025.(yud/ub)