Kamis, April 24, 2025
BerandaBaliPesta Kesenian Bali, Merawat Tradisi, Memuliakan Alam

Pesta Kesenian Bali, Merawat Tradisi, Memuliakan Alam

UPDATEBALI.com, DENPASAR – Masyarakat Bali sangat tinggi mencintai kesenian yang ada di Indonesia dan khususnya Bali. Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengakui dan merasakan adanya tekad dan semangat bagi Bali untuk mewarnai peradaban Indonesia dan dunia. Bali sangat setia merawat tradisi dengan memuliakan alam melalui tema-tema yang inspiratif.

“Pesta Kesenian Bali (PKB) merupakan wahana untuk ekspresi kreativitas seniman Bali yang ditujukan bukan hanya untuk masyarakat Bali tapi juga dunia,” demikian ditegaskan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri ketika membuka secara resmi PKB XLV pada Sabtu 18 Juni 2023 di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Niti Mandala Renon Denpasar.

Tema yang diusung pada PKB 2023 ini adalah “Segara Kerthi: Prabhanneka Sandhi” yang memiliki arti Samudra Cipta Peradaban. Tema tersebut dimaknai sebagai upaya pemuliaan laut sebagai sumber kesejahteraan semesta yang menjadi asal mula lahirnya suatu peradaban.

Tema tersebut secara resmi diluncurkan oleh Gubernur Bali Wayan Koster ketika menutup PKB ke-44 tahun 2022 pada Minggu 10 Juli 2022 malam di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya, Art Centre, Denpasar.

Secara khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu mengajak masyarakat Bali untuk melindungi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) terhadap kesenian dan kebudayaan Bali dengan mendaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) agar terlindungi dari pembajakan oleh negara lain. Perlindungan ini sangat penting karena kesenian dan kebudayaan memiliki nilai perekonomian yang terkandung di dalamnya.

“Jalan kebudayaan Indonesia juga dipenuhi dengan musyawarah dan gotong royong untuk kemajuan bersama. Dan itu menjadi jati diri Bangsa Indonesia. Di Bali saya sangat tahu ada tatanan, jadi sepengetahuan saya itu selalu dirembug dari pura lalu ke puri, lalu puri melalukan rembugan dengan banjar-banjar. Seingat saya seperti itu. Jadi, mengapa Bali sampai hari ini masih kental dengan seni dan budayanya, karena dilakukannya tradisi musyawarah dan selalu gotong royong,” tutur Megawati.

Pernyataan Megawati Soekarno Putri tersebut tentu tidak mengandung hal-hal baru yang esensial jika harus ditujukan pada eksistensi PKB. Sebab sejatinya salah satu tujuan PKB memang seperti itu. Namun, di satu sisi, pernyataan itu bolehlah dianggap sebagai pengakuan untuk kesekian kalinya dari para tokoh dan pejabat penting di negeri ini bahwa betapa PKB memang sarat dengan identitas sebagai instrumen pengharmonis sendi-sendi bangsa dengan semangat gotong royong.

Harus diakui pula, pernyataan sekaligus pengakuan senada itu untuk PKB bukanlah hal klise, namun tetap sebagai kontinuitas pengingat untuk generasi penerus bangsa ini. PKB harus menjadi pijakan untuk merawat tradisi dengan memuliakan melalui konsep Tri Hita Karana (THK) yakni memulai Tuhan, memuliakan lingkungan dan menghargai antar sesama. Sehingga terjadi keharmonisan untuk mewujudkan Bali Era Baru dengan selalu mengadakan evaluasi untuk sebuah perubahan.

Baca Juga:  Honda Care Bali Berikan Service Gratis dan Paket Lebaran Untuk Konsumen Setia

Dalam perjalanannya, nilai sejarah penyelenggaraan PKB sebagai wahana pembinaan, pelestarian, serta pengembangan seni budaya Bali justru pada praktiknya kian berkembang menjadi nilai-nilai universal yang-langsung maupun tidak langsung sarat dengan pesan-pesan luhur tentang gotong-royong dengan menghargai perubahan. Bahwa lewat PKB, dengan ragam aktivitas seni budayanya, tersurat pesan-pesan luhur tentang kerukunan dan semangat gotong-rotong tersebut sejatinya bisa disemai, ditebar, dan disebar ke segala penjuru.

Sejarah PKB
Melihat sejarah dan belakang PKB, dengan legalitas dasar penyelenggaraan sebagaimana diatur dalam Perda Bali Nomor 7 Tahun 1979, PKB yang digagas Gubernur Bali Ida Bagus Mantra memang diplot untuk digelar setiap tahun selama sebulan pada rentang pertengahan Juni hingga Juli, bersamaan dengan masa liburan sekolah.

Khusus pada gelaran perdananya di tahun 1979, PKB malah dihelat dua bulan penuh, 20 Juni sampai 23 Agustus 1979. Berdasarkan tujuan utama penyelenggaraannya sebagai wahana pembinaan, pelestarian, serta pengembangan seni budaya Bali, dengan segala persoalan plus-minusnya, PKB pun tergelar rutin tiap tahun hingga tahun 2023 ini telah memasuki tahun ke-45.

PKB merupakan sebuah perhelatan kesenian yang terlama di Indonesia dengan usia sudah 45 tahun. Festival kesenian dalam PKB ini menghadirkan berbagai jenis kesenian yang diimplementasikan oleh perwakilan setiap kabupaten di Bali.

PKB adalah festival kesenian yang terlama dari usia penyelenggaraannya mampu bertahan hingga hampir setengah abad dengan durasi terpanjang yang pernah diadakan di Indonesia. PKB pertama kali diprakarsai oleh Gubernur Bali Ida Bagus Mantra yang diadakan 45 tahun lalu tepatnya pada 1979. Lahirnya PKB terinspirasi dari pesta rakyat untuk mementaskan hasil karya cipta, seni, aspirasi, serta apresiasi seni dan budaya masyarakat di Bali.

Sepanjang catatan sejarah, perjalanan PKB selalu dibuka oleh pejabat tinggi negara. Namun, hanya pada PKB yang pertama saja dibuka oleh mendiang Ida Bagus Mantra yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali sekaligus sebagai penggagas PKB. Selebihnya, pembukaan PKB dilaksanakan oleh Menteri, Wakil Presiden, Presiden, dan bahkan Ibu Negara.

Secara filosofis PKB juga menjadi media dan sarana untuk memotivasi masyarakat Bali untuk menggali, menemukan, dan menampilkan seni budaya serta meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat.

Penggalian dan pelestarian seni budaya yang dimaksud meliputi filosofi, nilai-nilai luhur dan universal, konsep-konsep dasar, warisan budaya baik benda (bukan yang bernilai sejarah tinggi), ilmu pengetahuan serta seni sebagai representasi peradaban.

Selain itu, pengembangan kesenian melalui kreasi, inovasi, adaptasi budaya ini diharapkan agar tetap hidup serta bersifat berkelanjutan dalam konteks perubahan waktu dan zaman serta lingkungan yang selalu berubah-ubah.

PKB bertujuan mewadahi masyarakat Bali untuk menuangkan kreativitasnya dalam dunia kesenian Bali seperti pementasan musik tradisional, tarian khas, dan lain-lain. Di samping itu, dengan adanya PKB masyarakat Bali diharapkan untuk menghasilkan karya cipta seni Bali yang baru dan tidak akan termakan oleh waktu walaupun zaman akan selalu berkembang.

Baca Juga:  Rancang Bangun Insinerator Sampah Medis, Unud Jalin Kerja Sama dengan PT. Citra Yala Tama Raya

Hal ini sesuai dengan konsep Gubernur Bali, Wayan Koster. Gubernur Wayan Koster menyampaikan bahwa PKB merupakan wahana pelestarian dan pengembangan seni tradisi Bali yang begitu kaya, unik, dan unggul. Penyelenggaraan PKB ke-45 ini telah dilakukan pembaharuan dan penambahan materi baru. Yaitu, Jantra Tradisi Bali atau Pekan Kebudayaan Daerah yang berisi permainan tradisional, dan Bali Bangkit atau media panggung bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Bali.

“PKB telah menjadi wahana berkelas dunia yang membahagiakan dan membanggakan masyarakat Bali. Pembaruan PKB merupakan upaya dalam implementasi visi pembangunan Bali “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru,” ujar Gubernur Bali Wayan Koster.

Hargai Kesenian dan Kebudayaan
Sebagai anak trah Bali, Megawati mengajak para orangtua turut mendidik putra-putri mereka untuk mengenal dan mencintai budaya serta kesenian Indonesia sejak dini. Menurut dia, hal itu dilakukan dalam upaya menanamkan cinta terhadap Tanah Air serta kebanggaan sebagai bangsa yang memiliki kepribadian dalam kebudayaan.

“Seni budaya Indonesia yang saya katakan sangat, bukan hanya kaya raya. Tapi luar biasa,” ungkap pesan Megawati Soekarnoputri kala itu.

“Buatlah segera, sanggar seni budaya menjadi sebuah kesatuan gerak untuk Indonesia yang berkepribadian dalam budaya,” saran Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini.

Apa yang disampaikan Megawati ini itu bukan sebagai sikap anti terhadap modernisasi. Namun, Megawati pengingat generasi muda agar menghargai dan mencintai kesenian dan budaya di Indonesia terlebih dulu, sebelum mencintai budaya luar.

“Saya tidak anti, silakan, mengikuti peradaban modern. Tapi masa lalu bangsa kita ini gemilang lho sebenarnya,” pesan Megawati.

Kritik PKB
Perhelatan tahunan bagi para seniman, penggiat seni ini pun yang tiap kali penyelenggaraannya menyedot dana APBD hingga miliaran rupiah. Perjalanan PKB tidaklah berjalan begitu mulus. Artinya, di tengah sanjungan yang datang dari berbagai kalangan – termasuk pujian bahwa di Indonesia, hanya Provinsi Bali-lah satu-satunya provinsi di Indonesia yang mampu rutin menggelar pesta kesenian akbar setiap tahun, sebulan penuh hingga pengakuan di level dunia, PKB pun tak luput kritik.

PKB dikritik sebagai even yang mubazir, boros, perlu dievaluasi, penyelengaraannya jangan hanya terpusat di Denpasar tapi sebaiknya disebar atau digilir ke semua kabupaten, tampilannya hanya itu-itu saja alias monoton. Sehingga tuduhan PKB kini tak ubahnya pasar malam alias pameran dagang, bukan pesta seni lagi.

Sebagian kritik tersebut memang terlontar atas dasar rasa emosional semata dan nyaris tanpa logika. Perihal kritik bahwa tampilan PKB tiap tahun hanya itu-itu saja alias monoton, misalnya, faktanya sungguh tidak demikian. Kesenian Bali yang ditampilkan tiap tahun memang terkesan itu-itu saja, ya lantaran inventarisasi dan pakem seni tradisi Bali memang sedemikian.

Baca Juga:  Ribuan Babi Mati di Desa Bila, Peternak Terpaksa Jual Murah

Namun, bukankah inovasi, style, tema, kemasan, dan (terutama) para generasi pelakunya berubah-ubah? Bukankah kesempatan kepada generasi muda untuk mendalami sekaligus membawakan kesenian tradisi atau leluhurnya harus diberikan secara berkesinambungan dan terus menerus? Bukankah pada tiap gelaran PKB ada saja generasi baru, bahkan generasi muda yang menarikan Arja, Legong Keraton hingga Gambuh, menabuh Gender hingga Selonding, sampai jadi dalang Wayang Kulit? Ini sebagaai bentuk nyata, bahwa PKB menelorkan generasi dan penyelamat seni tradisi yang selalu terawat dari ‘sebun-sebun sebi’ yang ada di pelosok wilayah di Bali.

Kita seakan lupa bahwa di Bali semua ada: jutaan manusia, ribuan sekaa, ribuan seniman, ribuan tradisi, dan ribuan budaya. Kalau kita mengerti kondisi itu, mengapa kita meragukan terhadap eksistensi PKB. Seakan-akan kita tidak percaya terhadap pembinaan, pelestarian dan keteladanan para pendahulu. Apalagi Pemprov Bali melalui Dinas Kebudayaan yang selalu konsisten melakukan pendataan dan pembinaan sehingga memelorkan seniman-seniman muda dan sekaa terus bangkit.

Benteng Pertahanan
Mengamati kondisi yang demikian, ada tiga lapisan benteng pertahanan untuk membendung upaya pembajakan dan atau menghancurkan budaya bangsa. Pertama, benteng keluarga. Para orangtua harus memainkan peran keluarga, seperti apa harapan Megawati Soekarnoputri. Kepada mereka, salah satunya, perlu ditanamkan dasar-dasar pelestarian budaya di tengah gempuran budaya luar yang meluas.

Kedua, benteng institusi pendidikan. Sekolah dan perguruan tinggi perlu merespons kondisi di tengah masyarakat terkini. Maka, selain memberikan pendidikan skill kepada siswa dan mahasiswa, juga penting untuk membuka wawasan kebudayaan mereka yang lebih filosofis. Tunjukkan kepada mereka keragaman nyata yang dimiliki bangsa Indonesia. Kaum cendekia adalah yang paling bisa diharapkan bisa merawat tradisi dan kebudayaan itu.

Ketiga, benteng masyarakat. Lingkungan di masyarakat ibarat kolam ikan besar yang menampung jutaan benih ikan, yang ditetaskan keluarga dan lembaga pendidikan. Nilai-nilai yang disemaikan oleh keluarga dan perguruan tidak ada artinya apabila tercemari di masyarakat. Karena itu, masyarakat juga bertanggung jawab untuk menyaring dan menjaring bibit-bibit seni dan seniman untuk menguatkan kebudayaan di tengah modernisasi yang kian memberi ruang kepada masyarakat.

Maka, pernyataan Megawati Soekarnoputri bahwa seni dan budaya merupakan salah satu instrumen untuk menguatkan semangat gotong-royong bangsa untuk pelestarian seni budaya agar tidak kehilangan roh, itu benar adanya. Penampilan seni di hotel pun perlu harus selektif agar kesenian dan kebudayaan Bali bahan ‘murahan’ kendati kita perlu pariwisata yang berkembang. Dan PKB adalah sebuah ikon even seni budaya yang sudah teruji keberadaannya. Mari dan saatnya terus meneladani para pendiri, pelestari dan penjaga seni budaya untuk sebuah peradaban. *
Penulis adalah Wayan Supartha, Pekerja Pers dan Pempred Updatebali.com

BERITA TERKAIT

Most Popular

Recent Comments