UPDATEBALI.com, JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2025 tentang Perubahan atas PP No. 36 Tahun 2023 mengenai Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA) diharapkan dapat meningkatkan cadangan devisa, memperkuat fondasi perekonomian Indonesia, serta menarik minat para eksportir dengan berbagai insentif yang ditawarkan.
Dian Ediana Rae menjelaskan, OJK turut serta dalam mengkomunikasikan kebijakan pemerintah kepada industri perbankan agar seluruh pemangku kepentingan dapat memahami serta mengimplementasikan kebijakan ini secara efektif. Selain itu, OJK mendorong perbankan Indonesia untuk berperan aktif dalam mengakomodir penempatan DHE SDA dengan tetap menjaga likuiditas bank baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Salah satu ketentuan utama dalam perubahan PP DHE SDA adalah kewajiban eksportir dengan nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor (PPE) minimal USD 250.000 untuk menempatkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia. Adapun persentase dan periode penempatan dana tersebut berbeda berdasarkan sektor, yakni:
- Minimal 30% selama paling singkat tiga bulan untuk sektor pertambangan minyak dan gas bumi.
- 100% selama paling singkat 12 bulan untuk sektor pertambangan non-migas, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
“Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat pasokan valuta asing dalam negeri, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mendukung ketahanan ekonomi nasional. Sebagai regulator industri jasa keuangan, OJK memiliki peran dalam memastikan keseimbangan antara kepentingan eksportir, perbankan, dan kebijakan makroekonomi,” ujarnya pada Rabu, 26 Februari 2025.
Dalam konteks ini, OJK aktif berkoordinasi dengan Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan sektor perbankan guna mengoptimalkan implementasi kebijakan. OJK juga menyiapkan mekanisme pemantauan masa retensi DHE agar sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha serta memanfaatkan insentif yang diberikan oleh Pemerintah dan BI, seperti pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) final atas bunga deposito dan fasilitas lindung nilai khusus DHE oleh perbankan.
Bagi sektor perbankan, sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) mengenai Penilaian Kualitas Aset Bank Umum serta POJK terkait Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, dana DHE SDA dapat diperlakukan sebagai agunan tunai. Dengan demikian, dana ini dapat ditetapkan berkualitas lancar dan dikecualikan dari perhitungan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) selama memenuhi syarat tertentu, seperti pemblokiran dana, adanya surat kuasa pencairan untuk keuntungan bank, jangka waktu pemblokiran minimal sama dengan jangka waktu kredit/pembiayaan, serta memiliki pengikatan hukum yang kuat dan tersimpan di bank penyedia dana.
Dian menegaskan bahwa koordinasi yang baik antara Pemerintah, Bank Indonesia, dan OJK dalam perumusan, implementasi, serta pengawasan PP DHE SDA akan mempermudah pelaksanaan kebijakan ini di lapangan. Oleh karena itu, kebijakan baru DHE SDA diharapkan dapat mencapai tujuannya secara optimal dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi perekonomian nasional.(yud/ub)