Jumat, April 25, 2025
BerandaOpini dan ArtikelMelasti di Desa Kubutambahan Merupakan Tradisi yang Sangat Sakral

Melasti di Desa Kubutambahan Merupakan Tradisi yang Sangat Sakral

UPDATEBALI.com, BULELENG – Panas terik yang menemani di setiap harinya terkhususnya pada hari senin 27 November 2023 tepatnya pada saat tradisi melasti di desa kubutambahan.

Melasti atau mekiis merupakan upacara penyucian diri yang biasanya dilakukan sebelum menyambut tanggal apisan sasih ke dasa hari raya nyepi bagi umat hindu di bali atau bisa juga melasti ini dilakukan sebelum piodalan pura yang ada di salah satu desa tersebut seperti yang ada di desa kubutambahan sekarang ini yang dimana jatuhnya pada purnama ke enam pada odalan pura gare.

Masyarakat desa kubutambahan sebelum melakukan upacara melasti ini biasanya akan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk upacara melasti tersebut seperti nihasa ceciren simbol dari ida betara seperti patung, keris, tombak dan benda-benda sakral lainnya.

Tidak ada informasi yang spesifik mengenai kewajiban warga sebelum melakukan melasti di desa kubutambahan tersebut. Tetapi, di dalam konteks kegiatan melasti di desa kubutambahan ini biasanya masyarakatnya secara tidak langsung akan antusias mempersiapkan diri dan terlibat secara langsung dalam melaksanakan upacara melasti di desa kubutambahan tersebut. Tradisi melasti desa kubutambahan ini di mulai dari pukul 05.00 WITA sampai dengan selesai.

Berbeda dengan desa-desa lainnya yang ada di bali, melasti yang ada di desa kubutambahan ini diyakini oleh masyarakatnya bahwa tradisi melasti tersebut sangatlah sakral dikarenakan merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat desa tersebut serta di dukung oleh adat istiadat serta budaya yang masih sangat kental.

Baca Juga:  Bupati Badung Serahkan Bantuan Rp 1,7 Miliar Karya Ngenteg Linggih di Pura Kahyangan Desa Adat Cau Tabanan

Bagaimana tidak, jika masyarakat yang tidak sengaja bertemu dengan tradisi ini di kubutambahan pada saat melintasi daerah tersebut yang dimana kita harus wajib mengikuti peraturannya.

Dimana bagi para pengendara baik motor ataupun mobil akan dianjurkan jika posisi jaraknya sudah 50 meter dari iring-iringan pecalang dan petugas  akan meminta para pengendara tersebut untuk mematikan kendaraannya dan turun dari kendaraannya jika kebetulan berpapasan dengan tradisi melasti di kubutambahan ini.

Apabila jika ada salah satu pengendara yang tidak mengikuti atau tidak menaati anjuran yang sudah diberikan oleh panitia tersebut, ditakutkannya akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadarp masyarakat ataupun pengendara tersebut.

Tidak hanya itu masyarakat di desa kubutambahan juga sebelum melakukan melasti ini memiliki beberapa pantangan salah satunya ialah masyarakat desa kubutambahan wajib puasa makan daging berkaki empat selama satu bulan lamanya, jika ada masyarakat desa kubutambahan yang melanggar pantangan tersebut akan mendapatkan mala petaka.

Pada hari ini ada beberapa pelinggih ida betara yang akan di bawa ke pantai penyusuan, yang dimana kemudian nantinya para pemedek dan pelinggih ida betara akan di kumpulkan untuk disucikan. Nah sebelum menuju ke pantai para pelinggih ida betara singgah ke pura-pura yang diinginkannya. Para pemedek yang membawa pelinggih itu biasanya mengikuti arahan kemana tujuan yang diinginkan oleh ida betara itu.

Baca Juga:  Wagub Bali Bangga dengan Semangat Gotong Royong Warga dalam Pelaksanaan Karya Tawur Agung

Sedikit mewawancarai dari perangkat desa mengenai sejarah melasti di desa kubuttambahan ini bapak Gede Pariadnyana, SH. Menuturkan bahwa “pada zaman dahulu dikatakan bahwa desa kubutambahan ini berada di sebelah timur dari letaknya yang sekarang ini serta berada di pinggir pantai. Desa kubutambahan ini dulu nya bernama desa (kerajaan) besi mejajar, yang dimana pusat pemerintahannya disekitaran Pulo Kerta Negara Loka. Letak pura yang ada di desa kubutambahan ini biasanya berjajar sepanjang pantai dan beberapa pura juga mengitari desa tersebut searah delapan penjuru angin. Jadi hubungan antara desa kubutambahan dengan melasti ialah tradisi melasti tersebut sudah menjadi ikon dari desa kubutambahan tersebut yang dimana sejarah kubutambahan menunjukan bahwa desa ini memiliki hubungan historis dengan desa bulian. Kaitan hubungan historis antara desa kubutambahan dengan desa bulian sudah berlangsung sejak zaman bali kuno, namun secara spesifik informasi yang menjelaskan hubungan desa kubutambahan dengan desa bulian tidak ditemukan secara pasti.”

Baca Juga:  Sekolah Dasar Sebagai Wadah Pembentukan Sikap Multikultural

Nah maka dari itu jika pada desa lain melakukan tradisi melasti seperti biasanya yang dimana berjalan dengan lancar, lain demikian pada tradisi melasti yang ada di desa kubutambahan ini. Hal ini terjadi dikarenakan pelinggih ida betare disini sangatlah pingit atau sensitive.

Salah satu kejadian yang biasanya terjadi saat tradisi melasti di kubutambahan ini dilaksanakan ialah seperti pengendara yang hanya duduk diatas motor saja tidak diperbolehkan karena akan bisa di amuk atau di rusak oleh para penyungsung ida betara.

Perusakan atau pengamukan itu terjadi secara tidak sengaja yang dimana bisa dikatakan berada di bawah alam kesadaran sang penyungsung atau para peserta yang mengikuti tradisi melasti di kubutambahan tersebut. Maka dari itu persiapan yang dilakukan oleh warga dadia atau panitia yang bertugas yaitu melibatkan beberapa pemangku dan untuk mengamankan jalannya tradisi melasti di desa kubutambahan yang dimana sudah bekerja sama dengan jajaran polisi, pecalang, babinsa, babinkantibmas serta masyarakat pemedek untuk menanggulangi agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan.

Penulis : Luh Dhiani Purwantini

STAHN Mpu Kuturan Singaraja Prodi ilmu Komunikasi

BERITA TERKAIT

Most Popular

Recent Comments