Senin, Maret 10, 2025
BerandaBaliModal Iseng, Redi Bisa Ekspor Madu Hingga ke Luar Negeri

Modal Iseng, Redi Bisa Ekspor Madu Hingga ke Luar Negeri

UPDATEBALI.com, BULELENG – Suara ayam jantan berkokok menjadi alarm pria bernama lengkap Gede Redi Putra Yasa memulai harinya mengontrol rumah lebah klanceng atau di Bali dikenal dengan sebutan kele-kele yang ada di lahan seluas 3 are di rumahnya di Banjar Dinas Kanginan, Desa Les, Kecamatan Buleleng, Bali.

Dikelilingi oleh ribuan kele-kele yang berterbangan melawan hembusan angin, Redi pun mulai membuka satu-persatu rumah kele-kele yang terbuat dari kayu dan diatasnya dihiasi ijuk dengan penuh kehati-hatian.

Bermodalkan alat sederhana yang dibuatnya sendiri, Ia nampak sudah begitu lihai memanen madu kele-kele dari sarang satu ke sarang lainnya yang kemudian dimasukkan kedalam sebuah botol dengan cara disedot, nantinya madu tersebut akan dikemas rapi sebelum dipasarkan.

Setelah semua selesai, sembari duduk dan memastikan semua sarang kele-kele sudah tertutup rapi, pria yang baru menginjak usia 19 tahun itu lalu mulai bercerita tentang awal mulanya tertarik berternak kele-kele. Dimana semua diawali saat Ia masih duduk di kelas tiga SMP membantu orang tuanya di kebun dan melihat ada seseorang dengan cukup lihainya tengah memanen madu kele-kele di kebunnya sendiri.

Baca Juga:  Bupati Jembrana Resmikan Bale Paselang Pura Luhur Giri Salaka Alas Purwo 

Dari sana rasa penasaran atau rasa ingin tahu pun semakin menjadi-jadi yang membuat Redi tertarik untuk ikut belajar memanen madu tersebut. Akhirnya setelah mencoba panen sendiri Ia berhasil mengumpulkan madu sekitar 6 botol dengan ukuran per botol yakni 1.500 liter.

Dengan jumlah madu yang terbilang cukup banyak, Ia pun mengaku kebingungan mahu dibawa kemana madu sebanyak itu. Tidak berselang lama Ia pun mengingat jika pamannya sering membantu menjualkan madu tetangga. Dari sana dirinya meminta tolong pamannya untuk menjual madu yang dimilikinya.

“Saya banyak punya madu, tapi bingung untuk apa. Akhirnya paman saya bantu jual. Hasilnya lumayan,” tuturnya sambil senyum seolah tidak menyangka bisa diposisi sekarang.

Sambil tertegun melihat tumpukan uang yang didapat, membuat semangat Redi yang saat ini sudah berkuliah dengan hasil dari beternak kele-kele ini bertekad untuk serius membudidayakan kele-kele. Berbekal alat seadanya tanpa modal sepeser pun ia mencoba membuat empat kotak kele-kele yang diletakkan di kebunnya, namun proses tersebut ternyata tidak semudah yang dibayangkan dari keempat kotak yang dipasang hanya satu berhasil.

Baca Juga:  Jelang Galungan, Petani Bunga Nikmati Harga Tinggi

Bukannya menyerah, Redi justru tambah bersemangat dan membuat lebih banyak kotak bahkan sampai 150 rumah kele-kele Ia buat, akan tetapi lagi-lagi gagal, karena kekurangan pakan dan banyak kele-kele yang mati. Tapi dirinya tak menyerah meski hanya tersisa 35 rumah kele-kele.

Dengan ambisi yang kuat, ditambah pandemi Covid-19 membuatnya memiliki banyak waktu senggang untuk mempelajari tentang kele-kele, akhirnya sedikit demi sedikit Redi mulai bangkit dan membentuk kelompok budidaya lebah trigona dengan total 1.087 rumah kele-kele.

Melakoni usahanya sejak tahun 2018, Redi kini sudah memiliki penghasilan sendiri, dalam kurun waktu sebulan sekali Ia bisa memanen madu sekitar 60 sampai 80 rumah kele-kele yang dapat menghasilkan 70 botol berukuran 100 mili. Madu itu kemudian dijual seharga Rp1 ribu per satu mili dan sudah berhasil diekspor ke Germany.

“Karena barang yang akan dikirim terlalu banyak, jadi sistemnya titip barang. Saya punya temen yang ngekspor barang ke tempat yang sama, jadi saya titip disana,” Jelas Redi.

Baca Juga:  Pemkab Buleleng Targetkan Seluruh Warga Miskin Tersentuh Program Pemerintah

Dari hasil penjualan madu klanceng ini, Redi bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan dan membantu perekonomian keluarganya. Untuk saat ini Redi menyebut, masih terkendala hama burung walet yang membuat pakan ternak lebah klancengnya berkurang.

Kedepannya, Redi memiliki keinginan besar untuk memperluas tempat agrowisatanya tentang dunia perlebahan agar dapat memberikan edukasi kepada masyarakat. Meskipun saat ini Ia hanya memanfaatkan lahan di rumahnya untuk agrowisata, namun banyak warga negara asing (WNA) yang tertarik untuk melihat secara langsung kele-kele tersebut.

“Kebanyakan WNA ada dari Slandia, Australia, dan Jerman, kalau lokal jarang karena mereka sudah mengetahui tentang madu. Kemarin ada juga dari mahasiswa KKN Unud Unhi dan Undikhsa,” Terangnya.

Dengan penuh ketelatenan, Redi dengan sabarnya membagikan edukasi yang dimilikinya kepada para pengunjung. Bahkan Ia juga menjual rumah kele-kele yang sudah berpenghuni hingga pakan lebah dengan kisaran harga Rp500 sampai Rp2 Juta. (dna/ub)

BERITA TERKAIT
- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments