UPDATEBALI.com, BANGLI – Diketahui sejumlah sekolah Dasar di Kabupaten Bangli mendapat sedikit siswa baru. Sesuai data yang dihimpun, dari total 164 SD yang tersebar di empat Kecamatan, setidaknya ada 19 SD yang mendapat siswa baru kurang dari 10 orang. Bahkan beberapa diantaranya ada yang hanya mendapat 3 siswa hingga 5 siswa baru.
Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdikpora Bangli, I Wayan Gede Wirajaya, mengungkapkan, sejatinya tidak ada batas minimal jumlah siswa dalam satu ruang kelas. Yang ada hanya batas maksimal, di mana satu kelas berisi 28 siswa.
“Minimnya jumlah siswa tidak jadi masalah. Berapapun siswa baru, pembelajaran tetap berjalan,” ujarnya, Jumat (15/7/2022).
Wirajaya menuturkan, belum bisa memastikan apa yang melatarbelakangi minimnya jumlah siswa baru di sejumlah SD itu. Diperkirakan, minimnya siswa baru karena jumlah penduduk yang berkurang.
“Kalau dulu mungkin karena pertumbuhan penduduknya tinggi, sehingga diperlukan fasilitas sekolah disana,” tutur dia.
Mantan Kasek SMPN 7 Kintamani mengatakan, tiap tahun pihaknya rutin melakukan analisis sekolah yang minim siswa baru. Selanjutnya pihak dinas akan melakukan regrouping dengan sekolah terdekat.
Misalnya SDN 1 Abuan dan SDN 4 Abuan, Kecamatan Susut. Dua sekolah tersebut diregrouping tahun ini karena di SDN 4 jumlah siswanya sedikit, dan SDN 1 lebih banyak. Disamping itu berdasarkan pertimbangan jarak, kedua sekolah tersebut jaraknya sekitar 500 hingga 600 meter.
“Kalau jaraknya lebih dari 5 kilometer tidak bisa. Kasihan siswanya. Selain dari segi jarak, juga dikaji bangunan mana yang lebih representatif. Antara SDN 1 dan SDN 4 Abuan, ruang kelas SDN 4 yang lebih representatif. Oleh sebab itu SDN 4 yang dipilih sebagai ruang belajar,” kata dia.
Mantan Kepala Sekolah SMPN 7 Kintamani menambahkan, Setelah diregrouping, sekolah yang tidak lagi digunakan akan dihapus. Begitupun dengan aset sekolah akan dikembalikan pada pemiliknya. Dalam hal ini tergantung sertifikat tanahnya. Apabila sertifikatnya milik adat, maka akan dikembalikan pada adat. Karena bisa jadi tanah tersebut diberikan oleh adat untuk dijadikan sekolah.
“Namun jika hasil kajian yang dilakukan tidak ada sekolah terdekat, maka sekolah itu akan tetap dibiarkan. Karena wajib belajar,” tambahnya. (put/ub)